Balai Bahasa Provinsi NTB Sasar Desa Buwun Mas sebagai Daerah Pengamatan Peta Kebinekaan Bahasa, Sastra, dan Aksara

Lombok Barat, 19 September 2025--Pengambilan data kebahasaan dalam rangka Peta Kebinekaan Bahasa, Sastra, dan Aksara kembali dilanjutkan oleh Balai Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Setelah sebelumnya menyasar Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Tengah, kali ini, pengambilan data mengambil titik di Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Empat orang anggota tim berkunjung ke daerah pengamatan dalam jangka waktu empat hari, yakni sejak 18--21 September 2025.

Pada Kamis, 18 September 2025, tim terlebih dahulu mengunjungi Kepala Desa Buwun Mas, Rochidi di Balai Desa Buwun Mas. Rochidi memberi beragam informasi, mulai dari daerah yang membatasi Desa Buwun Mas, mayoritas profesi masyarakat, dan informasi persentasi jenis kelamin, pendidikan, dan gambaran kebahasaan warga Buwun Mas. Menurut data desa yang ia miliki, Buwun Mas sebagian besar dihuni oleh nelayan dan petani. Kebanyakan warga asli tidak merantau ke daerah lain, tetapi di Desa Buwun Mas banyak pendatang dari kabupaten lain. Rochidi juga mengarahkan tim untuk menemui Lalu Gunawan, Ketua Adat Desa Buwun.

Lalu Gunawan, atau akrab disapa Mamiq Gunawan memberi gambaran sejarah Desa Buwun Mas dan dusun-dusun yang tercakup di dalamnya. Desa Buwun Mas di Sekotong, Lombok Barat, didirikan sebagai pemekaran dari Desa Sekotong Tengah dan namanya diambil dari sebuah sumur mitos bernama Buwun Mas, yang berarti "sumur emas" karena dipercaya bisa menghasilkan emas. Menurut Mamiq Gunawan, masyarakat di desa ini memiliki keunikan dalam menggunakan Bahasa Sasak. "Ada beberapa penggunaan istilah yang bila disampaikan di luar Buwun Mas kedengaran janggal," jelasnya. Kejanggalan itu, satu di antaranya terjadi saat menyatakan kalimat "air surut di pagi hari", yang menggunakan kata yang dalam bahasa Sasak pada umumnya memiliki arti tidak senonoh. Penduduk mayoritas berasal dari Pujut. Hanya ada dua dusun yang memiliki penduduk penutur asli dialek daerah ini, yaitu Belongas dan Sauh. Oleh karena itu, di hari berikutnya, narasumber utama ialah Nursin, Kepala Dusun Belongas. 

Nursin menyebutkan 200 kosakata swadesh dalam bahasa Sasak dengan dialek Belongas. Tim menemukan adanya penggunaan bunyi glotal dengan intensitas yang cukup banyak. Glotal yang digunakan tidak hanya berada di akhir kata, tetapi juga di tengah kata. Misalnya, saat mengatakan daun menjadi [da?Un], beri menjadi [be?en], dan hujan menjadi [u?ujan]. Tim juga akan melanjutkan pengambilan kosakata dalam topik-topik lain, satu di antaranya kosakata budaya dasar menurut bidang, seperti bagian tubuh; kata ganti, sapaan, dan acuan, sistem kekerabatan; kehidupan desa dan masyarakat; rumah dan bagian-bagiannya, peralatan dan perlengkapan, serta makanan dan minuman. Beberapa kalimat simpleks juga menjadi salah satu berian yang akan diambil oleh tim selama tiga hari ke depan.